Nama :
Jim Abiyasa Supangkat Silaen
Lahir :
Jongaya, Sulawesi Selatan,
2 Mei 1948
Pendidikan Formal :
SD (Bandung),
SMP (Bandung),
SMA (Jakarta),
Fakultas Artistektur Universitas Parahiyangan Bandung (1969-1971),
Jurusan seni patung Fakultas Seni Rupa ITB (1970-1975),
Studi lanjutan estetika dan seni di Jurusan Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1974-1975),
Pasca-sarjana di PsychopolisArt-Academie Den Haag,Belanda, (1978-1979)
Pendidikan Informal :
Belajar melukis di Sanggar Seniman, Bandung
(1964-1966),
Belajar filsafat dan estetika kepada Romo Dick Hartoko OSJ (1973-1975),
Karya Tulis :
Lukisan, Patung dan Grafis Sidharta (STSI-Bandung, 1995),
Indonesia Modern Art and Beyond (Indonesia Fine Art Foundation, 1997),
The Contemporary Art of The Non-Aligned Country (Balai Pustaka-Jakarta, 1997),
Jim Supangkat (et.al), Outlet, Yogyakarta Within the Contemporary Indonesia Art Scene (Prince Claus Fund-Cemeti Faoundation, Den Haag-Yogyakarta, 2001) Seni Rupa Indonesia, Seni dan Budaya di Ruang Ketiga (KPG-Jakarta, 2005).
Penghargaan :
Wendy Sorensen Memoril Award dari Fakultas Seni Rupa ITB untuk karya patung terbaiknya, Torn (1975),
Indonesia Architec Association Award untuk esai dibidangarsitektur (1985),TheMinisterOfHealth Awarduntuk artikelnya mengenaikebiasaan dan kesehatanmasyarakat (1990),
Prince Claus Award (Belanda)untuk Posting Cultural Development in The Third Worldto The International World (1997)
Seniman seni rupa dan kurator senirupa ini lahir di Jongaya, Sulawesi Selatan, 2 Mei 1948, Bernama nama lengkap Jim AbiyasaSupangkat Silaen. Ia anak ketiga keluarga dokter spesialis anak yang juga kolektor lukisan, Supangkat Danusaputra. Bercita-bercita menjadi pelukis sejak kecil, Jim telah mulai melukis sejak kecil.
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama diselesaikannya di Bandung, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Jakarta. Tahun 1964-1966, belajar melukis di Sanggar Seniman, Bandung. Tahun 1969-1971, melanjutkan kuliah di Fakultas Artistektur Universitas Parahiyangan, Bandung. Kemudian pada 1970-1975 kembali menempuh studi pada jurusan seni patung Fakultas Seni Rupa ITB, dan lulus bergelar Sarjana Seni Rupa dengan karya seni rupa instalasi, Kamar Seorang Ibu dengan Anaknya.
Sempat belajar filsafat dan estetika kepada Romo Dick Hartoko OSJ-penulis dan pemikir kebudayaan di Yogyakarta pada 1973-1975. Menjadi mahasiswa pendengar di Jurusan Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta, studi lanjutan estetika dan seni di tahun 1974-1975. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan pasca-sarjana di Psychopolis Art-Academie Den Haag, Belanda, tahun 1978-1979.
Sejak tahun 1970 ia sudah mulai berpameran seni rupa secara berkelompok, di Bandung dan Jakarta. Bersama beberapa senirupawan Bandung, ia membentuk Kelompok Pamer 74 (1974) yang kemudian mengadakan pameran di Balai Budaya. Setahun kemudian, Lewat sebuah pameran di TIM, pada Agustus 1975, ia dan 10 perupa muda, muncul dengan sebuahgebrakan yang dikenal sebagai ’Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia’, gerakan ini tak urung mengundang berbagai reaksi. Dalam berkarya mereka membuang sejauh mungkin imaji seni rupa (gerakan menganggapnya sebagai seni rupa lama), yaitu seni rupa yang dibatasi hanya di sekitar seni lukis, seni patung, dan seni gambar (seni grafis). Dalam pameran tersebut ia menyertakan karya seni rupa instalasinya, Kamar Seorang Ibu dengan Anaknya.
Namun umur ’Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia’ tidak panjang. Tahun 1979 dinyatakan bubar. ”Justru kebubaran ini yang meyakinkan saya, Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia adalah sebuah gerakan,” ujar Jim dalam sebuah ceramah di TIM, 13 Januari 1981.
Pada Juni 1987, ia berupaya membangkitkan kembali Gerakan Seni Rupa Baru, di TIM, dengan pameran seni rupa Baru ’Pasar Raya Dunia Fantasi’, yang lebih lagi menempatkan seni rupa kedalam dan sebagai objek sehari-hari supermarket. Dua tahun kemudian, juga di TIM, ia dan sejumlah kawan Gerakan Seni Rupa Baru terdahulu membuat lagi pameran seni rupa ’The Silent World’, sebuah tema bagi epidemi global AIDS, yang juga dipamerkan pada pameran ARX (Artist of Region Exhange), Perth, Australia, 1989.
Ia juga menulis sejumlah buku seni rupa yang sebagian besar muatannya adalah suatu upaya membangun paradigma seni rupa Indonesia di antara seni rupa dunia pada masa kini, di antaranya yang terpenting, yakni Lukisan, Patung dan Grafis Sidharta(STSI-Bandung, 1995), Indonesia Modern Art and Beyond (Indonesia Fine Art Foundation, 1997), The Contemporary Art of The Non-Aligned Country (Balai Pustaka-Jakarta, 1997), Jim Supangkat (et.al), Outlet, Yogyakarta Within the Contemporary Indonesia Art Scene (Prince Claus Fund-Cemeti Faoundation, Den Haag-Yogyakarta, 2001) Seni Rupa Indonesia, Seni dan Budaya di Ruang Ketiga (KPG-Jakarta, 2005). Pernah menjadi redaktur majalah gaya hidup pop paling terkenal masa itu, Aktuil, bersama Remy Syalado di Bandung. Redaktur majalah Zaman dan Tempo.
Selain buku juga menulis esai dan kritik seni rupa untuk berbagai kesempatan diskusi, seminar dan kuratorial pameran seni rupa, maupun pada sejumlah media seni rupa di dalam maupun di negara lain, seperti Art and Asia Pacific, Australia dan Asian Artnews, Hongkong. Fokus bahasannya terutama berpokok pada upaya mengontruksikan kembali wacana modernisme di dalam historiografi seni rupa Indonesia yang terlalu dikuasai oleh persoalan identias dalam konteks universalisme Barat, yang tak bisa lagi diberlakukan, karena potensi-potensin modernisme dalam seni rupa Indonesia sesungguhnya telah muncul bersama lahirnya karya-karya seni rupa Indonesia sejak pertengahan abad ke-19.
Tahun 1990, ia mulai menjadi kurator untuk Yayasan Seni Rupa Indonesia. Di tahun 1995, menjadi kurator Pameran Seni Rupa Gerakan Non-Blok, sebagai bagian dari Konferensi negara-negara Non-Blok yang diadakan di Jakarta. Mengelola Art Space di Washington DC, Amerika Serikat sejak 2001. Pada September 2003, ia menjadi kurator utama untuk CP Open Biennale International: “Interterpelation”, di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta.
Contoh Gambar JIM SUPANGKAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar